Rabu, 25 Oktober 2017

Sepuluh Kearifan Gontor


KH. Hasan Abdullah Sahal-KH. Abdullah Syukri Zarkasyi-KH. Syamsul Hadi Abdan


“SEPULUH KEARIFAN GONTOR”

Oleh: KH. Ahmad Suharto (Wakil Pengasuh/Pimpinan Gontor Putri 1 Mantingan.)


  1. Tidak boleh lengah dalam urusan Administrasi, harus selalu waspada setiap detik.

Dalam menjalankan tugas administrasi (keuangan) harus selalu waspada, teliti, akurat, rapi dan setiap saat bisa dipertanggungjawabkan. Kelenghan dalam bidang ini berpotensi menyebabkan korupsi, baik disadari maupun tidak, kebocoran anggaran, kehilangan uang, keborosan dan lain-lain. Uang umat adalah aurat, barang panas jangan sampai kemakan, kejujuran dalam mengelola keuangan umat nomor satu.

  1. Administrasi yang rapi, mutlak perlu (wajib) untuk menjaga kepercayaan.

Admnistrasi keuangan wajib rapi, semua uang masuk tercatat, semua uang keluar tercatat berapapun jumlahnya dengan disertai tanda bukti pengeluaran, setiap anggaran yang keluar harus ada laporannya dan semuanya riil sesuai fakta. Open management dan transparan. Itulah yang dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan umat.

  1. Ada uang bisa membangun, ada uang tidak membangun berarti tidur nyenyak, tidak bekerja, uang habis, tidak ada bangunan sama dengan korupsi.

Uang jangan ditimbun, macet dan tidak berkah, sebaiknya diputar, dimanfaatkan termasuk untuk membangun gedung dan melengkapi sarana, itu artinya kita kerja, memanfaatkan dana untuk keperluan pondok, kalau ada uang nganggur dan tidak ada aktivitas sama dengan tidur malas, dan bila uang habis tidak bisa dipertanggungjawabkan tanpa ada bukti fisik bangunan, sudah jelas dikorupsi.

  1. Kalau kita dibantu, akan kita wujudkan tiga kali lipat

Gontor memagang amanah dengan benar saat menerima bantuan materiil, biasanya realisasi bantuan dilipatgandakan dua hingga tiga kali lipat, artinya sama sekali tidak menguap atau dikorup, semua diwujudkan sesuai amanat bahkan ditambah agar nilai dan manfaatnya bertambah.kiat ini menambah semangat yang membantu karena bantuannya tepat sasaran.

  1. Gontor dibantu karena maju, bukan maju karena dibantu, apalagi sudah dibantu tetapi tidak maju-maju.

Supaya tidak salah duga, jangan ada anggapan bahwa kemajuan yang dicapai Gontor lantaran sering dibantu, yang benar orang tertarik membantu Gontor karena senang dengan kemajuan lembaga pendidikan ini, dan itu bentuk dari simpati serta kepercayaan masyarakat kepda Gontor, yang disayangkan banyak lembaga pendidikan yang hanya pintar mencari bantuan tetapi tak kunjung maju karena tidak jelas pemanfaatannya.

  1. “Saya tidak ta’ajub dengan gedung-gedung yang megah di pondok ini, tidak pula dengan santrinya yang banyak dan berasal dari seluruh wilayah Indonesia bahkan negara tetangga, tetapi saya terkesan dengan nilai dan jiwa yang dimiliki oleh pondok ini, jiwa inilah yang akan menjamin masa depannya” (Syaikh al-Baquri – Mentri Urusan Wakaf Mesir)

Yang tidak boleh berubah, yang harus tetap dan dijaga kelestariannya adalah jiwa pesantren, nilai-nilai, prinsip, filasafat kelembagaan dan pendidikannya, itulah yang menjamin kelangsungan pondok ini.mewarisi niai dan sistem jauh lebih sulit daripada mewarisi fisik bangunan dan fasilitan pesantren. Seperti tubuh manusia tanpa nyawa adalah mayit, shalat tanpa kekhusyu’an adalah hampa, demikian pula pesantren tanpa jiwa adalah jerangkong.

  1. Ketika Syekh Ahmad Syaltuth (Rektor Al-Azhar) datang ke Indonesia berjabat tangan dengan KH. Ahmad Sahal dan KH. Imam Zarkasyi. Beliau berkata supaya di Indonesia didirakan seribu Gontor.

Seribu Gontor artinya banyak Gontor, baik cabang maupun alumni, tetapi intinya bukan kuantitas melainkan kualitasnya, maka para alumni yang mendirikan pesantren hendaknya memperhatikan kualaifikasi pondok Gontor, apa saja hal prinsip yang tidak boleh dilalaikan, agar terealisir seribu Gontor yang berkualitas pohon jati, bukan pohon pisang. Ketika para alumni sudah berhasil membuka pesantren tingkat KMI/TMI di berbagai daerah (hingga seribu Gontor) saatnya Gontor mengembangkan pendidikan tingginya dengan mendirikan Universitas Darussalam yang mempunyai berbagai fakultas baik eksak maupun sosial, dan para alumni pondok pesantren baik cabang Gontor maupun yang didirikan alumni Gontor terfasilitasi untuk melanjutkan studi mereka ke jenjang perguruan tinggi di Unida.

  1. Anak-anaku, kalau kamu ingin mengetahui sesuatu ajarkanlah sesuatu itu kepada orang lain. Hakekat mengajar adalah belajar

Dengan mengajar ilmu akan bertambah banyak dan melekat, maka mengajar adalah metode belajar yang paling baik, sarana meningkatkan diri untuk terus menuntut ilmu. Guru yang enggan belajar akan dilampaui murid-muridnya.

  1. Mengerjakan apapun, yang penting adalah sungguh-sungguh, tenanan.

Kesungguhan akan mendekatkan segala yang jauh, memudahkan segala yang sulit dan meringankan segala yang berat. Yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan apa yang dicita-citakan. Jiddiyah menjadi karakter para santri dalam menjalani kehidupan.

  1. Kunci keberhasilan Guru dalam mengajar adalah kecintaan sang guru kepada muridnya, kalau seorang guru benar-benar mencintai muridnya ia tentu akan mujahadah lahir dan batin, segala cara akan dicapai, maka akhirnya tentu akan mendapatkan cara/metode yang tepat, sehingga murid dapat menerima ilmu yang diajarkannya. 

Guru ideal, yang mempunyai kecintaan pada anak didiknya, kecintaan dan kebanggaan  pada profesinya, mempunyai rasa tanggungjawab yang tinggi sehingga tumbuh kreatifitas, inisiatif untuk melakukan segala upaya dalam mendidik dan memandaikan anak didiknya. Yang pasif, mabni, bekerja di bawah standar, seperti robot, tidak punya spirit dan jiwa  biasanya memang tidak punya rasa tanggungjawab dan kecintaan pada murid dan tugasnya.


Falsafah Hidup Gontor

Inilah Nasehat Pendiri Gontor
Pendiri Gontor Tiga Orang Kakak Beradik Yang Belakangan Disebut Trimurti.


Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan oleh 3 pemuda kakak beradik yang saat itu masih berusia muda. Mereka itu adalah:
  • KH. Ahmad Sahal saat berusia 25 tahun (22 Mei 1901-9 April 1977)
  • KH. Zainuddin Fanani saat berusia 18 tahun (23 Desember 1908-21 Juli 1967)
  • KH. Imam Zarkasyi saat berusia 16 tahun (21 Maret 1910-30 April 1985)

(Foto dokumentasi Gontor)

Dalam usia semuda itu, alam pikiran tiga kakak beradik ini ternyata melampaui zaman dan lingkungan tempat tinggalnya yang jauh dari perkotaan dan informasi. Bahkan begitu pondok yang didirikannya itu sudah mulai membesar, pondok itu justru diwakafkan kepada umat Islam secara resmi pada tahun 1958. Artinya, para pendiri dan keturunannya tidak bisa mengaku lagi bahwa pondok adalah aset kekayaan keluarga mereka. Inilah makna zuhud yang sebenarnya dan sulit dinalar kecuali bagi mereka yang dikarunia kejernihan kalbu. Setelah susah payah mendirikan pondok dengan uang pribadi dan warisan keluarga, tapi setelah bertambah besar dan terkenal, pondok tersebut justru langsung diwakafkan. 

Syeikh Hasan Al-Baquri, menteri wakaf Mesir tahun 1952, ketika datang ke Gontor mengatakan, “Yang menjamin kelestarian pondok bukanlah gedung-gedung yang megah, atau santri-santri yang banyak dan guru-gurunya yang hebat..., tapi falsafahnya.”

Maka tidak heran jika Syeikh Syaltut, Syaikh Al-Azhar pernah mengatakan supaya di Indonesia ini harus ada 1000 Gontor.


Trimurti pendiri Gontor di usia tua. (Foto dokumentasi Gontor)

Lalu, apa falsafah hidup pendiri pondok modern Darussalam Gontor?
  1. Bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane pisan. (KH. Ahmad Sahal)
  2. Indonesia Omahku, Asia tegal sawahku, Amerika Pelanconganku. (KH. Ahmad Sahal)
  3. Yen wanio ing gampang, wedi ing pakewuh, sebarang or kelakon, jer besuki mowo beo. (KH. Ahmad Sahal)
  4. Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar, yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini tidak ada, aku akan mengajar dunia dengan pena. (KH. Imam Zarkasyi)
  5. Ya Allah SWT daripada aku melihat bangkai Pondokku, pundutlah (matikanlah) aku lebih dahulu. (KH. Ahmad Sahal)
  6. Satrio Panindito, sugih tanpo bondo, ngulurug tanpo bolo, digdoyo tanpo aji-aji, menang tanpo ngasorake. (KH. Ahmad Sahal)
  7. Kalau saya punya santri mau berjuang ke desanya,  membina dakwah dalam desa itu, anak seperti itu cukup besar bagi saya. (KH. Imam Zarkasyi)
  8. Hei, Anak-anak KH. Idam Khalid dan kawan-kawan setelah kamu tamat dari sini, kelanjutanmu ke Salim Nabhan Surabaya. (KH. Imam Zarkasyi)
  9. Dalam menjalankan tugas (pengabdian) ananda agar berpegang teguh: Toto, titi, tatag, tutug. (KH. Ahmad Sahal)
  10. Sebesar keinsyafanmu sebesar itu pula keuntunganmu. (KH. Imam Zarkasyi)
  11. Hati-hati: harta, tahta dan wanita. (KH. Ahmad Sahal)
  12. Pondok ini supaya tetap berpegang: "Berdiri di atas dan untuk semua golongan". (TRIMURTI)
  13. Pondok supaya tetap berpegang teguh pada Panca Jiwa Pondok, yaitu Keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan. (TRIMURTI)
  14. Hidup sekali hiduplah yang berarti. (KH. Imam Zarkasyi)
  15. Jadilah ulama yang intelek, bukan intelek yang tahu agama. (KH. Imam Zarkasyi)
  16. Sesudah keluar atau bebas dari tawanan PKI Pak Sahal, mengatakan: "Nyawa saya, nyawa turahan (sisa) yang paling nikmat adalah shalat di masjid saya. (KH. Ahmad Sahal)
  17. Patah tumbuh hilang berganti. (KH. Imam Zarkasyi)
  18. Motto pendidikan: "Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikir bebas. (TRIMURTI)
  19. Berjasalah tapi jangan minta jasa. (KH. Imam Zarkasyi)
  20. Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja. (KH. Ahmad Sahal)
  21. Anak-anakku jangan sekali-kali punya sifat "adigang adigung adiguna". (KH. Ahmad Sahal)
  22. Bila kamu menjadi pejabat (pemimpin) jangan bersifat ojo dumeh (merasa hebat, tinggi dan merendahkan orang lain. (KH. Ahmad Sahal)
  23. Wong urip, marani pati, jerone urip, toto pirantine. (KH. Ahmad Sahal)
  24. Kalau kamu pergi, pergilah yang jauh yang dekat terlalui. (KH. Imam Zarkasyi)
  25. Ojo suko pari suko, olo watake wong suko, nyudo kaprayitaning batin. (KH. Ahmad Sahal)
  26. Bahwa pondok ini telah diwakafkan resmi pada tahun 1958. (TRIMURTI)
  27. Untuk meneruskan dan memperjuangkan pondok perlu ada program, maka rumuskanlah Panca Jangka Pondok Modern Gontor pada akhir tahun 1948, yaitu: 1) Pendidikan dan Pengajaran, 2) Khizanatullah, 3) Pergedungan dan Peralatan, 4) Kaderisasi, 5) Kesejahteraan Keluarga Pondok. (TRIMURTI)
  28. Dasar Pemikiran diadakannya Pekan Perkenalan adalah Janganlah kehilangan tongkat yang kedua kalinya (peristiwa 19 Maret 1967). (KH. Imam Zarkasyi)
  29. Mengenai calon isteri kader/Guru, Calon isteri yang akan kesini itu ngarewangi opo ngurusi. (KH. Ahmad Sahal)
  30. Dalam mengembangkan Pondok ini, supaya selalu berhati-hati. (KH. Imam Zarkasyi)
  31. Pondok ini perpaduan/sintesa empat unsur; al-Azhar, Syanggit, Santiniketan, dan Alighar. (TRIMURTI)
  32. Tidak boleh lengah dalam urusan Administrasi, harus selalu waspada setiap detik, (KH. Imam Zarkasyi)
  33. Administrasi yang rapi, mutlak perlu (wajib) untuk menjaga kepercayaan. (KH. Imam Zarkasyi)
  34. Ada uang bisa membangun, ada uang tidak bisa membangun berarti tidur nyenyak, tidak bekerja, uang habis, tidak ada bangunan sama dengan korupsi. (KH. Imam Zarkasyi)
Seluruh falsafah dan nasihat serta mahfudzot itu ditempelkan di setiap dinding dan sudut di seluruh pondok Gontor sampai hari ini. Disinilah kekuatan Gontor.

Diambil dari berbagai sumber termasuk visual di pondok Gontor dan pustaka.

Pondok Zawiyah Qusyairiyyah, 5 Safar 1439 H

Muhammad E. Irmansyah