Sabtu, 21 Mei 2016

7. JAM' DAN FARQ

Dua kata tersebut cukup populer di kalangan ahli tasawuf. Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, "Al-farq, suatu kondisi yang dihubungkan kepada diri sendiri, dan al-jam', berkaitan dengan hal-hal yang menyirnakan diri sendiri. Artinya, segala upaya hamba seperti menegakkan ubudiyah dan hal-hal yang layak dengan tingkah laku manusiawi, disebut al-farq. Sementara jika datang dari arah Al-Haq (Allah swt. ) seperti munculnya makna-makna dan datangnya kelembutan serta ihsan, maka disebut al-jam'."

Definisi ini merupakan kondisi paling sederhana dalam konteks jam' dan farq.  Sebab kondisi tersebut merupakan bagian dari penyaksian segala bentuk perbuatan.  Siapa yang menyaksikan dirinya di hadapan Al-Haq dalam perbuatan-perbuatannya seperti ketaatan dan pengingkaran dirinya, maka hamba tersebut dideskripsikan dalam pemisahan (tafriqah). Sedangkan yang menyaksikan dirinya di hadapan Al-Haq melalui perbuatan yang didelegasikan dari Af'al Allah swt., maka sang hamba telah menyaksikan al-jam'Penetapan makhluk merupakan pintu tafriqah,  dan penetapan Al-Haq merupakan predikat al-jam'.

Bagi hamba haruslah berkondisi jam' dan farq.  Sebab siapa yang tidak berposisi farq,  ia tidak memiliki penghambaan (ubudiyah), dan siapapun yang tidak berposisi jam', ia tidak pernah ma'rifat kepada-Nya.  Firman Allah swt.:
إِيَّاكَ نَعبُدُ
Artinya: "Hanya kepada-Mu kami menyembah", merupakan isyarat terhadap al-farq. Sedangkan firman-Nya:
وَإِيَّاكَ نَستَعِينُ
Artinya: "dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan", merupakan isyarat al-jam'.

Apabila hamba berbicara kepada Tuhannya melalui bahasa munajatnya, apakah memohon, berdoa, memuji, bersyukur, menyucikan diri ataupun meminta, maka ia telah menempati tahap berpisah (tafriqah). Namun,  apabila ia telah terpesona melalui sirri-nya terhadap apa yang dimunajatkannya kepada Tuhan, kemudian mendengarkan melalui kalbunya apa yang telah dikatakan lewat munajat itu, hal-hal yang dimohonkan atau dimunajatkan kepada-Nya,  ataupun yang dikenalkan oleh-Nya makna-makna-Nya, atau bahkan yang dihamparkan dalam hatinya dan yang diperlihatkan oleh-Nya, maka ia telah menyaksikan dalam al-jam'.

Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata, "Aku menguraikan beberapa ucapan di sisi Ustadz Abu Sahl ash-Sha'luky r.a. ('Engkau buat menjadi bersih pandanganku kepadamu'). Ketika itu Abul Qasim an-Nashr Abadzy hadir disana.  Lalu Ustadz Abu Sahl berkata, َجَعَلت ('huruf ta' dinashab'). Maka Abu Nashr Abadzy,  berkata: ُجَعَلت ('huruf ta' di dhammah')."

Artinya, barangsiapa mengucapkan perkataan ُجَعَلت = kujadikan  berarti mengabarkan sikap perilakunya sendiri,  seakan-akan sang hamba berkata,  ini  Jika ia berkata َجَعَلت = engkau jadikan,  seakan-akan mengatakan, bebas dari beban.  Bahkan ia berkata kepada Tuhannya, "Engkaulah Yang mengkhususkan kepadaku dengan ini, bukan aku, melalui kemampuanku. Yang pertama,  berkaitan dengan bisikan doa, dan yang kedua, dengan sifat bebas dari upaya dan ikrar melalui keutamaan dan sariguna. Maka bedakan antara orang yang mengatakan,  "Melalui jerih payahku, aku menyembah-Mu,"  dan  ucapan orang,  "Melalui keutamaan dan kelembutan-Mu,  aku menyaksikan-Mu."

Adapun jam'ul jam'i di atas semua itu.  Manusia memiliki frekuensi masing-masing sesuai dengan manifestasi perilaku dan kepautan derajat mereka.  Barangsiapa menetapkan atas dirinya,  berarti menetapkan kemakhlukan, namun menyaksikan keseluruhan,  berarti ia telah mandiri kepada Yang Haq, dan inilah al-jam'. Tetapi jika yang terlibas dari penyaksian terhadap kemakhlukan,  lebur dari dirinya,  dan teraih universalitas, dari segala hal yang tampak dan terdelegasi dari kekuasaan hakikat,  maka tahap inilah yang disebut jam'ul jam'i.

Tafriqah adalah penyaksian terhadap makhluk, hanya untuk Allah swt.  Al-jam', adalah penyaksian terhadap makhluk bersama Allah swt., dan jam'ul jam'i, berarti sirna dengan universalitas,  dan fana'-nya rasa kepada selain Allah swt.  ketika terlanda hakikat. Jam'ul jam'i merupakan kondisi mulia.  Sebagian kaum menamakan tahap ini sebagai al-farq kedua. Yaitu dikembalikan pada tahap rasa pasca sirna, pada saat menjalani waktu-waktu fardhu, agar tetap konsisten terhadap kefardhuan dengan segenap waktunya,  sehingga ia kembali, hanya untuk dan bersama Allah swt., bukan bagi hamba bersama hamba. Sang hamba melihat dirinya pada kondisi seperti itu dalam perbuatan Al-Haq. Ia menyaksikan awal zatnya dan kenyataannya bersama Qudrat-Nya. Sedangkan tempat pijakan ketika menjalankan perbuatan dan tingkah lakunya hanya bersama Ilmu dan Kehendak-Nya.

Sebagian Sufi mengisyaratkan kata al-jam' dan al-farq kepada Perbuatan Al-Haq atas seluruh makhluk.  Maka globalitas dari keseluruhan dari keseluruhan dalam proses bolak-balik dan perbuatan, harus dilihat dari satu arah, bahwa sebenarnya Allah-lah Yang memunculkan substansi-substansi mereka itu.  Allah-lah Yang menjalankan sifat-sifat mereka.  Kemudian Allah swt. memisahkan dalam ragam:  Satu kelompok, Allah swt. membahagiakan mereka,  dan kelompok lain Allah swt. menjauhkan dan menyengsarakan mereka. Satu kelompok lagi Allah swt. menarik hati mereka, dan kelompok yang lain dilupakan dan diputus-asakan dari rahmat-Nya. Pada satu golongan Allah memuliakan melalui karamah-Nya, dan satu golongan lagi Allah swt. memutus kehendak mereka untuk menyatakan Diri-Nya. Ada kelompok yang disadarkan pada tahap rasa mereka dan ada yang disirnakan. Bahkan ada golongan yang lebih didekatkan dan dihadirkan, kemudian Allah meminumkan karunia hingga mereka dimabukkan ruhaninya, namun juga ada golongan yang dicelakakan dan diakhirkan, kemudian dijauhkan dan disingkirkan.   Ragam Af'al-Nya tidak bisa dijangkau oleh batasan, sementara rinciannya tidak dapat diuraikan dan diingat. 

Para Sufi pernah melantunkan syair bagi al-Junayd, mengenai makna jam' dan farq:
Engkau telah membuat nyata-Mu
dalam rahasiaku
Lalu lisanku munajat pada-Mu 
Kita berkumpul bagi makna-makna
dan berpisah bagi makna-makna pula
Jika Gaib-Mu adalah
Keagungan dari lintasan mataku
Toh Engkau buat keserasian dari dalam
yang mendekatku.

Mereka bersyair lagi:
Jika telah tampak padaku
Keagungan, lalu keluar dalam tingkah orang yang tak dikehendaki
Maka aku berkumpul dan berpisah dengan-Nya
Sedang ketunggalan yang saling bertemu
adalah dua dalam satu bilangan.

Pondok Al-Qusyairiyah, 14 Sha'ban 1437 H.
MEI
Gambar ilustrasi 
Lukisan karya
KH. Luqman Hakim, Ph.D., MA, SHI.
Syaikh Thariqah Syadziliyyah,
Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar